7 Tips Rahasia untuk Para Narasumber

Halo, orang-orang yang merasa penting! Aku punya tips rahasia, nih. Gak rahasia-rahasia amat, sih. Tapi tips ini super spesial! Mengapa? Karena kutulis berdasarkan pengalaman pribadiku sebagai seorang reporter amatir. Kamu tidak merasa tulisan ini spesial? Ya, aku tidak memaksa, sih. Heheu.

Tulisan sederhana ini kira-kira cocok untuk kamu yang saat ini atau kelak menduduki jabatan-jabatan strategis, menjadi seorang pakar dalam suatu disiplin ilmu, menjadi sosok inspiratif, berkiprah dalam bidang tertentu yang berhubungan dengan banyak pihak, menjadi saksi kunci dalam sebuah peristiwa, atau siapa pun kamu yang berpotensi menjadi seorang narasumber. Yeay!

Selamat membaca!

Seorang pewawancara atau jurnalis yang lihai berbasa basi, punya kepekaan hati, dan selera humor tinggi biasanya akan lebih mudah mendapatkan data dan beberapa kalimat “dewa” dari para narasumber.

Di dalam otaknya, terdapat semacam cadangan topik, pertanyaan tak penting, dan pernyataan persuasif yang siap dilontarkan untuk mengendalikan percakapan.

Jika kamu berjumpa dengan pewawancara macam itu dan ingin menjadi seorang narasumber yang oke, ada beberapa catatan yang mesti kamu pahami dan kamu implementasikan. Selamat mencoba!

Satu

Ketika proses wawancara, tetaplah bersikap baik dan ramah. Sebisa mungkin, jangan perlihatkan gelagat bingung, canggung, atau bahkan kesal. Ingat, gestur dan mimik muka kamu bisa menjadi bagian dari pemberitaan.

Dua

Aku sarankan kamu sedikit-banyak mengerti kaidah atau prinsip dasar jurnalisme. Kamu bisa membaca beberapa buku terkait atau bertanya langsung pada ahlinya. Itu penting. Jangan sampai, ketidaktahuan kamu menjadi bumerang yang dapat meunurunkan citra dan reputasimu.

Tiga

Pahami baik-baik konsep on record dan off record. Seorang pewawancara yang punya jam terbang tinggi kadangkala bisa membuatmu nyaman untuk menyampaikan isi kepalamu. Ia mendadak bisa jadi kawan ngobrol yang asik dan menyenangkan.

Namun, kamu harus tetap menjaga batas pembicaraan ketika diwawancarai, kamu harus sadar bahwa semua ucapanmu direkam dan berhak dikutip selama itu on record.

Akan tetapi, tenang saja, kamu tetap bisa bercerita panjang lebar tanpa khawatir ucapanmu dikutip selama kamu menghendaki off record untuk beberapa kalimat yang kamu anggap rahasia. Seorang jurnalis yang mempunyai kredibilitas akan sangat menghargai hal itu.

Oh ya, perlu kamu ketahui. Perkara on dan off record ini bisa menjadi sebuah tawar-menawar ketika kamu menceritakan hal-hal yang menurut pewawancara penting atau perlu untuk diberitakan. Jadi, bersikaplah bijak dalam proses negosiasi ini. Biasanya, tawar-menawar yang berlangsung dengan baik akan menghasilkan kesepakatan win win solution.

Empat

Hak narasumber untuk berbicara, meralat perkataan, dan menentukan mana yang boleh dikutip dan mana yang tidak boleh hanya ada pada saat proses wawancara berlangsung.

Kamu harus benar-benar memikirkan secara matang dan bertanggung jawab terhadap apa yang sudah kamu katakan. Kamu tidak bisa memeriksa tulisan jurnalis dan ikut mengeditnya sebelum tulisan atau berita itu dipublikasikan. Jadi, kamu harus bersikap searif mungkin dalam hal ini, jangan sampai ceroboh.

Lima

Jangan dendam. Itu tak kalah penting. Apabila para jurnalis memberitakan hal-hal yang bisa jadi menyerang kamu, tetaplah bersikap bijak. Bisa jadi, kamu, institusimu, atau apa pun yang sedang menjadi tanggung jawabmu memang sedang perlu diperbaiki. Jadikanlah itu bahan evaluasi.

Bersikaplah biasa saja dan jangan emosional memghadapi berita-berita semacam itu. Jika kamu memang benar-benar berjiwa “orang penting”, pemberitaan miring dan bersifat destruktif merupakan hal yang wajar dan akan terus ada.

Enam

Jika jurnalis memberitakan hal bohong, tidak sesuai dengan fakta, dan melenceng dari apa yang sudah kamu katakan, kamu bisa menuntutnya. Jangan diam saja. Ingat, narasumber selalu punya hak jawab dan hak klarifikasi dalam sebuah pemberitaan.

Bahkan, kamu bisa menuntutnya ke meja hijau jika apa yang diberitakan benar-benar salah, selama kamu cukup punya bahan untuk membuktikan hal itu. Selain itu, jika kamu merasa berita yang dikeluarkan tidak cover both side dan hanya menyudutkan satu pihak saja, kamu juga bisa komplain dengan menunjukkan bukti-bukti yang ada.

Tujuh

Tetap hati-hati namun hindari overthingking dan berprasangka buruk. Ya jangan mentang-mentang sangat hati-hati terus semuanya ditutup-tutupi. Kamu harus ingat hak publik untuk mengetahui informasi penting dari kamu. Bisa jadi, kejujuranmu akan berdampak baik bagi kemaslahatan umat.

Pada dasarnya, pekerjaan jurnalistik itu mulia. Para jurnalis (yang masih idealis) tujuan utamanya adalah membela kepentingan publik. Mereka menginformasikan sesuatu yang bermanfaat, mendidik, dan membuka wawasan bagi kelompok masyarakat yang menjadi segmentasi atau konsumen berita tersebut.

Selain itu, jurnalis juga mempunyai kewajiban untuk menjadi watch dog dan pilar keempat demokrasi. Sehingga, tak heran jika mereka menjadi garda terdepan ketika mengkritisi kebijakan dan berbagai peristiwa yang berpengaruh pada publik.

Jurnalis bukanlah musuh yang harus dilawan atau hantu yang harus ditakuti. Idealnya, mereka bisa menjadi kawan yang baik; mereka akan mendukungmu selama kamu tidak merugikan publik dan akan mengingatkanmu jika kamu bersalah.

Tidak dapat dimungkiri, saat ini kerja jurnalis profesional banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan tertentu sehingga sikap yang ditampilkan pun tidak sepenuhnya independen.

Ya begitulah hidup. Kalau sudah berurusan dengan perut, ada saja hal-hal aneh yang terjadi. Dan menurutku, satu-satunya pers alternatif yang masih sangat idealis hanyalah pers nonprofit, apalagi kalau bukan pers mahasiswa. Sedih, ya.

***

Beberapa hal yang aku paparkan di atas memang belum semuanya, akan tetapi sudah sangat mewakili kondisi secara umum. Jika kalian ingin mendengar ceritaku lebih banyak, aku akan dengan senang hati bercerita! Tapi bertemu langsung, ya! Huahahaha.

Tulisan ini aku tutup dengan sebuah sapaan! Hai orang-orang yang merasa penting, sudah siap, kan jadi narasumberku? Masa masih saja berpandangan aneh begitu kalau melihatku, ya seolah-olah aku ini tukang jagal. Hahaha duh maaf nih jadi curhat. :(( Wkwk.

Sudah ya gitu saja. Semoga bermanfaat!

Depok, 28 Juni 2016

Salam,

Dari seorang repoter yang (sok) unyu.

Gambar dipinjam dari sini

One thought on “7 Tips Rahasia untuk Para Narasumber

  1. Pingback: 7 Tips Rahasia untuk Para Narasumber | Bianglala

Leave a comment