Tentang Idealisme

: untuk Yap Yun Hap

“Kawan, bila nafasmu adalah kutuk yang kausebut-sebut dari ujung waktu,

maka akankah tanah dan darahku jadi kilahmu?”

katanya yang datang dari dasawarsa lalu

Hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia

“Kawan, idealisme bukanlah sekedar perihal otoritas perdu

yang berfantasi menjelma beraksa

Tapi ini tentang garuda yang berkontemplasi

dengan tetesan darah juang: sebuah ketegasan editorial.”

“Kawan, ada sekat halus yang membabat neraca sebuah epos,

hingga kau tertasbih menjadi generasi ekotipe

bak polongan saga rambat di atas talam

Perlahan menggelangsar pada zaman yang entah beringsut ke mana.”

“Waktu hanyalah dimensi yang berbatas dengan hitungan cahaya

Ya, sebab itu aku tak pernah menghujat julung

yang melahirkanku lewat rahim penghujung orde baru

dan membunuhku dengan belati semanggi

Setidaknya, aku pernah merasakan betapa terangnya ribuan suar

menjatuhkan sebuah rezim pendosa, merasakan enumerasi pijar-pijar kegelisahan

yang berujung eksekusi status quo, 21 Mei 1998.”

“Kini, aku bersandar pada waktu yang berkurai garis-garis kekecewaan:

menggelarai pedih

Karena idealisme kemudian berkelakar dengan kader-kader oligarki

Berkeletah, turut arus memekik seolah paling lantang menantang

Besolek gincu sok merah,

melenggang dengan alang yang ditunggangi sekelompok perompak zaman

Menghamba pada tuan-tuan paduka yang jengkoletan di atas mimbar kedigdayaan

Lalu dimana mahasiswa?

Bila terus mengutuk realitas, namun bisu menikmati segelas susu

sambil sesekali menyanyikan senandung perjuangan, ya senandungnya saja

Apatis: perjuangan menitis jadi mestika yang delusif

Dan reformasi enyah bersama impian garuda yang bisa jadi sia-sia.”

Kau tetap hidup, Kawan, kami merasakan nafasmu di antara udara

yang menyemai bibit-bibit pejuang asa,

mengobati luka reformasi dari sembilunya

Bagi kami yang sedikit ini, perjuangan tetap tentang idealisme,

biarlah yang lain bergeming jadi ara, tapi kami tetap beringas jadi bara

Hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia

Depok, 13 Mei 2015
Memanusiakan manusia
Nafas adalah subjektivitas tanpa jeda
Apresiasi hanyalah entitas dari sebuah ambisi
Karena itu, tetaplah berkarya, setidaknya untuk eksistensi

Rindu Alaku

Malam dilamun tanya, berusaha mengeja kurai yang terlukis di bentang langit

Rasul
Rindu mana yang pantas menebus kelalaianku, bila ara pun bersumpah atas dustaku?

Inikah jadinya, bila mata terlampau jaga mengejar lapang, berburu nira di rahim mayang. Hingga lupa, hingga berpara

Sedang sujudku berkalang laku, berhalang waktu

Rasul
Tapi rinduku yang serba entah, tetap bertambah

Depok, 16 Mei

Hai Love

Know, I will call you love cause you are my friends.

Love, let me try to find and open another doors to get my own way. I just say with my deep sentiment.

Well, it’s really sure that everybody have different meaning about life. Till know, I believe that we have some reasons, at least some different manner which is make us not same in vision. You are you and me too. Can you care about our differences? I don’t know cause I don’t have your heart.

But, have you ever ask your own feeling? Do you aware that everyone have their own goals? I am too aware about it, not because I’m one of (strange) person who have idealistic mind, but I’m absolutely think about that. So, love, is it my false if I have too? You ought to know love, I have heavy load about verification of my insane dreams. It is just because of my family and every person who are jugde my crazy notions. So, please let me go, let me struggle my choices. I’m so sorry. Maybe I’m one of wicked human in your perspective. I will be there if you need me. I can help anything which is needed. But, let me improve my capability. Recpecful saying, please in this case I’m so confused. I think there are little distances between some of you and definite me.

But love, I just do my best and you have rights to do your best. Se you on the top!

Sudah lama ya, gak muncul. Sibuk sih. Saranku, jangan pernah percaya kalo aku ini sibuk, lha wong kerjaanku cuma main-main. Main notebook dan hp. Main buku-buku biar dikira intelek, padahal cuma sok. Banyak mainnya, eh sampai lupa kalo ini sudah azan asar. Ya gitu deh, aku mau salat dulu, setelah itu mau bertemu beberapa orang, biasalah, teman main.